Beranda | Artikel
Matan Abu Syuja: Hari Terlarang Puasa
Selasa, 9 April 2019

Apa saja hari terlarang puasa? Ada yang termasuk haram, ada yang termasuk makruh. Coba lihat penjelasan berikut ini.

 

Disebutkan oleh Abu Syuja’ rahimahullah:

وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ أَيَّامٍ : العِيْدَانِ وَأيَاَّمُ التَّشْرِيْقِ الثَّلاَثَةُ

وَيُكْرَهُ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ إِلاَّ أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ أَوْ يَصِلَهُ بِمَا قَبْلَهُ

Diharamkan berpuasa pada 5 hari: (1, 2) dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha); (3, 4, 5) hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).

Dimaruhkan berpuasa pada hari meragukan (yaumusy syakk) kecuali jika berpapasan dengan kebiasaan puasanya atau bersambung dengan hari sebelumnya.

 

Puasa pada hari id: Idul Fithri dan Idul Adha

 

Larangan berpuasa pada hari tersebut berdasarkan hadits berikut.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul ‘Adha. (HR. Muslim no. 1138).

Jika dikatakan dilarang, berarti tidak sah berpuasa pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, bahkan inilah yang disepakati (adanya ijmak) dari para ulama. Jadi diharamkan berpuasa pada kedua hari tersebut dan yang melakukannya dinilai berdosa. Karena ibadahnya sendiri termasuk maksiat. Contohnya yang menjalani puasa sunnah, atau puasa wajib seperti puasa nadzar, maka tidak teranggap puasanya atau nadzarnya. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 253.

 

Puasa pada hari Tasyrik

 

Berpuasa pada tiga hari tersebut karena ada larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hal ini,

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ»

“Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia bersabda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 1141).

Menurut qaul qadim (pendapat terdahulu) dari Imam Syafi’i masih boleh berpuasa pada tiga hari tasyrik bagi orang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hewan untuk disembelih. Sedangkan qaul jadiid (pendapat terbaru), berpuasa pada hari tasyrik tetap terlarang. Jika kita memilih qaul qadim (pendapat terdahulu), itu bukan berarti kita membolehkan untuk orang selain haji tamattu’ untuk puasa saat itu. Bahkan berpuasa saat itu dihukumi haram. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 253.

 

Puasa pada hari syakk (meragukan)

 

Yang dimaksud hari meragukan adalah tanggal 30 Sya’ban. Abu Syuja’ lebih memilih pendapat makruh bagi yang berpuasa di hari meragukan. Namun yang jadi pegangan dalam madzhab Syafi’i, larangan dari berpuasa pada hari syakk adalah larangan haram. ‘Ammar bin Yasir pernah berkata,

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ

Barangsiapa yang berpuasa pada hari meragukan, maka ia telah mendurhakai Abul Qosim shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi, no. 686; Ibnu Hibban, no. 3596. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih).

Kecuali orang yang punya kebiasaan berpuasa, yaitu bertepatan dengan hari puasa Daudnya (sehari puasa, sehari tidak) atau puasa Senin Kamis, maka ia masih boleh melakukan sunnah tersebut. Lihat Al-Iqna’, 1:413.

Nantikan buku gratisnya insya Allah akan segera hadir, begitu pula buku versi PDF-nya di web Rumaysho.Com ini.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/20169-matan-abu-syuja-hari-terlarang-puasa.html